Minggu, 17 Oktober 2010

NU Jatim: Idul Adha Berpotensi Beda



Surabaya (ANTARA News) – Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur menyatakan penetapan Hari Raya Idul Adha 1431 Hijriah berpotensi akan berbeda diantara umat Islam.


“Itu dapat terjadi karena ketinggian hilal hanya 01.05 derajat atau kurang dari 2 derajat,” kata Ketua Lajnah Falaqiah PWNU Jatim KH Abdus Salam Nawawi kepada ANTARA di Surabaya, Minggu.


Menurut dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, ketinggian hilal di bawah 2 derajat itu memungkinkan hilal (rembulan usia muda sebagai pertanda dari pergantian kalender) tidak terlihat.


“Kalau tidak terlihat akan diistikmalkan atau usia bulan Dzulqa`dah disempurnakan menjadi 30 hari, sehingga kemungkinan Idul Adha akan sama pada 17 November, tapi bila tidak terlihat akan terjadi perbedaan itu,” katanya.


Namun, katanya, perbedaan itu bukan sesuatu yang perlu dibesar-besarkan, karena perbedaan cara untuk menetapkan awal bulan/kalender antara “rukyatul hilal” dan “hisab” memang memungkinkan perbedaan itu.


“Kalau NU melakukan rukyat, sedangkan organisasi lain melakukan hisab, maka wajar kalau berbeda. Tapi, kalau cara berbeda dan hasilnya sama, maka hal itu patut disyukuri,” katanya.


Haram Tolak Pasien


Secara terpisah, Sekretaris Lembaga Bahsul Masail PWNU Jatim KH Imam Syuhada mengatakan PWNU Jatim telah menggelar “Bahsul Masail Diniah” (pembahasan masalah agama) di Bangkalan, Madura pada 9-10 Oktober lalu.


“Kami membahas banyak masalah agama, di antaranya hukum rumah sakit menolak pasien, hukum alokasi anggaran pendidikan 20 persen yang tidak merata, dan sebagainya,” katanya.


Tentang rumah sakit menolak pasien, ulama NU Jatim menilai Jamkesmas dan Jamkesda sebagai upaya menjamin kemaslahatan masyarakat yang memang menjadi kewajiban pemerintah/pemimpin.


“Kalau dengan program itu masih ada rumah sakit yang menolak pasien, maka hukumnya haram bila alasan rumah sakit mengada-ada, karena menyelamatkan nyawa bagi Muslim adalah wajib,” katanya.


Hal yang sama juga diberlakukan kepada alokasi anggaran pendidikan yang tidak merata yakni hukumnya haram bila anggaran pendidikan tidak dialokasikan secara merata, karena hal itu tergolong penyelewengan atau kedzaliman.


“Dalam agama, kewajiban pemimpin kepada rakyatnya adalah memberi pelayanan yang mudah, menghindarkan pelayanan yang berbelit-belit, tidak sewenang-wenang dengan kekuasaan, dan mencari kebenaran dalam pelayanan,” katanya.(*)


(T.E011/B013/R009)


Source: AntaraNews.com – Peristiwa







Blog Archive